Kita ketahui pada akhir Januari lalu, pemerintah Indonesia telah meresmikan Daya Anagata Nusantara atau yang diketahui dengan Danantara. Pembentukan Badan pengelolaan investasi milik pemerintah ini cukup menuai pro dan kontra dari banyak pihak.
Mengutip berita Tirto.id, disebutkan bahwa beberapa pengamat menilai kehadiran Danantara bisa menjadi kolam baru untuk kasus korupsi. Hal ini karena modal yang begitu besar, sehingga tanggung jawab moral juga lebih besar. Mengingat modal yang digunakan merupakan dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), meskipun di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menanggapi hal ini, dosen Fakultas Ekonomi Bisnis dan Teknologi Digital (FEBTD) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Niken Savitri Primasari mengatakan jika pembentukan Danantara ini merupakan langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Guna mengelola aset negara dengan lebih optimal. Dengan mengonsolidasikan aset BUMN ke dalam satu dana investasi nasional. “Diharapkan pengelolaan aset negara menjadi lebih efisien dan memberikan dampak positif bagi perekonomian,” tuturnya Senin (3/3).
Dosen yang juga pakar Keuangan dan Investasi itu menegaskan jika keberhasilan Danantara sangat bergantung pada transparansi. “Juga tata kelola yang baik, dan pengawasan yang ketat untuk menghindari potensi penyalahgunaan atau korupsi,” paparnya.
Meskipun begitu, pembentukan Danantara memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan meningkatakan efisiensi pengelolaan aset negara dan menarik investasi. Dengan aset yang dikelola mencapai lebih dari $900 Milyar, Danantara dapat menjadi instrumen penting dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang dicanangkan pemerintah.
“Namun, tantangan seperti potensi korupsi, pengaruh politik, dan integrasi dengan lembaga investasi yang sudah ada, perlu diatasi untuk memastikan efektivitas dan kredibilitas Danantara di mata investor domestik dan internasional,” terang Niken.