YARSIS

Dalam bidang medis, malas bergerak adalah kondisi di mana seseorang tidak aktif secara fisik, seperti sering rebahan dan jarang bergerak. Istilah “mager” lebih umum digunakan. Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, banyak hal menjadi lebih praktis dan banyak orang mengadopsinya. bahkan dalam konteks pandemi COVID-19. Dengan ponsel dan kuota yang cukup, masyarakat dapat melakukan banyak hal dengan mudah tanpa keluar rumah.

Kegiatan pendidikan dan pekerjaan tertentu beralih menjadi daring. Dengan layanan pesan antar dan pengiriman barang yang tersedia melalui aplikasi, serta kemampuan untuk melakukan pembayaran dan perbankan secara online, orang semakin jarang keluar rumah. Apabila kondisi ini tidak diantisipasi dengan baik dan berlangsung lama, itu pasti menjadi masalah.

Malas bergerak adalah kebiasaan yang harus diubah, tetapi ada beberapa orang yang sudah merasa nyaman dengannya dan sulit untuk mengubahnya. Perlu diingat bahwa efek gaya hidup mager tidak langsung dirasakan, tetapi akan mulai dirasakan setelah bertahun-tahun menjalani rutinitas ini. WHO menyebut gaya hidup tidak bergerak sebagai salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC) pada tahun 2008 menemukan bahwa kematian yang disebabkan oleh kebiasaan malas gerak adalah dua kali lebih banyak daripada kematian yang disebabkan oleh obesitas. Pola makan yang tidak seimbang dan kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol meningkatkan kemungkinan mengalami masalah kesehatan yang lebih parah.

Akibat malas gerak, ada banyak risiko kesehatan, termasuk:

Konsentrasi yang berkurang

Tulang belakang menjadi tegang saat bekerja sambil duduk lama atau membungkuk. Jika paru-paru kurang bergerak, sirkulasi akan terganggu dan kadar oksigen yang dapat didistribusikan ke seluruh tubuh akan berkurang. Mungkin ada penurunan konsentrasi karena otak kekurangan oksigen.

Meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke

Sebuah studi di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Aerobics Research Center menemukan bahwa berolahraga dapat mengurangi risiko stroke pada pria hingga sebesar 60%. Studi lain, yang diterbitkan dalam Nurses’ Health Study, menemukan bahwa wanita yang cukup beraktivitas fisik memiliki peluang sebesar 50% untuk terhindar dari stroke dan serangan jantung. Ini menunjukkan bahwa orang yang kurang aktif dan terlalu sering duduk memiliki risiko stroke yang lebih tinggi.

Disfungsi fungsi kognitif

Aktivitas fisik dapat memperbaiki sel dan jaringan otak yang rusak dan meningkatkan aliran darah kaya oksigen ke otak. Akibatnya, kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan penurunan fungsi otak, yang pada gilirannya dapat menyebabkan gangguan kognitif dalam jangka panjang.

Resistensi terhadap insulin

Apabila seseorang menghabiskan sekitar 70% dari waktu seharian dengan duduk dan tiduran, mereka berisiko mengalami resistensi insulin, yang menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah dan meningkatkan risiko diabetes. Selain itu, orang cenderung mencari camilan yang tidak sehat, yang mungkin mengandung gula tinggi, yang meningkatkan risiko diabetes.

Penyebab osteoporosis

Karena kebiasaan malas gerak, tubuh kehilangan massa otot, yang pada gilirannya menyebabkan kelemahan otot. Tubuh juga akan mengambil kalsium dari tulang. Kepadatan tulang akan menjadi sangat rendah. Jika tidak diobati, dapat menyebabkan tulang keropos, yang dikenal sebagai osteoporosis. Osteoporosis juga dapat berkembang pada anak-anak, bukan hanya orang tua.

Apakah Anda mengalami keluhan yang disebutkan di atas? Apakah selama ini Anda telah terbiasa menjadi malas bergerak? Ingat akibatnya. Untuk melawan rasa malas, mari kita mulai bergerak, lakukan peregangan, dan lakukan senam ringan sebisa mungkin. Kami sepakat untuk mengejar gaya hidup yang lebih sehat. Tetap semangat dan manfaatkan hidup kita untuk orang lain. Salam sehat kepada semua orang.